TAFSIRUNA

Ramadhan Bulan Al-Qur'an (Al-Baqarah 185)

Sabtu, 13 Agustus 2011

Beberapa hari yang ditentukan, yakni dua puluh sembilan atau tiga puluh saja selama bulan Ramadhan. Bulan tersebut dipilih karena ia adalah bulan yang mulia. Bulan yang didalamnya diturunkan permulaan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda yang jelas antara yang haq dan yang batil.

Al-Qur'an merupakan petunjuk bagi manusia menyangkut tuntunan yang berkaitan dengan akidah, dan penjelaan-penjelasan mengenai petunjuk itu dalam hal perincian hukum-hukum syariat. Demikian satu pendapat. Bisa juga dikatakan, al-Qur'an petunjuk bagi manusia dalam arti bahwa al-Qur'an adalah kitab yang mahaagung sehingga, secara berdiri sendiri, ia merupakan petunjuk. Banyak nilai universal dan pokok yang dikandungnya, tetapi nilai-nilai itu dilengkapi lagi dengan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, yakni keterangan dan perinciannya. Wujud Tuhan dan keesaan-Nya dijelaskan sebagai nilai utama dan pertama. Ini dijelaskan perinciannya, bukan saja menyangkut dalil-dalil pembuktiannya, tetapi sifat-sifat dan nama-nama yang wajar disandangNya. Keadilan adalah prinsip utama dalam berinteraksi; al-Qur'an tidak berhenti dalam memerintahkan atau mewajibkannya. Dalam al-Qur'an dijelaskan lebih jauh beberapa perincian tentang bagaimana menerapkannya, misalnya dalam kehidupan rumah tangga. Dengan demikian, al-Qur'an mengandung petunjuk sekaligus penjelasan tentang petunjuk-petunjuk itu.

Penegasan bahwa al-Qur'an yang demikian itu sifatnya diturunkan pada bulan Ramadhan mengisyaratkan bahwa sangat dianjurkan untuk membaca dan mempelajari al-Qur'an selama bulan Ramadhan, dan yang mempelajarinya diharapkan dapat memperoleh petunjuk serta memahami dan menerapkan penjelasan-penjelasannya. Karena, dengan membaca al-Qur'an, ketika itu yang bersangkutan menyiapkan wadah hatinya untuk menerima petunjuk Ilahi berkat makanan ruhani-bukan jasmani- yang memenuhi kalbunya. Bahkan, jiwanya akan sedemikian cerah, pikirannya begitu jernih, sehingga ia akan memperoleh kemampuan untuk membedakan antara yang haq dan yang batil.

Setelah jelas hari-hari tertentu yang harus diisi dengan puasa, lanjutan ayat ini menetapkan siapa yang wajib puasa, yakni, karena puasa diwajibkan pada bulan Ramadhan, maka barangsiapa diantara kamu hadir pada bulan itu, yakni berada di negeri tempat tinggalnya atau mengetahui munculnya awal bulan Ramadhan sedang ia tidak berhalangan dengan halangan yang dibenarkan agama, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Penggalan ayat ini dapat juga berarti, maka barangsiapa diantara kamu mengetahui kehadiran bulan itu, denganmelihatnya sendiri atau melalui informasi dari yang dapat dipercaya, maka hendaklah ia berpuasa.

Mengetahui kehadirannya dengan melihat melalui mata kepala, atau dengan mengetahui melalui perhitungan, bahwa ia dapat dengan mata kepala-walau secara faktual tidak terlihat karena satu danlain hal, misalnya mendung-maka hendaklah ia berpuasa. Yang tidak melihatnya dalam pengertian diatas wajib juga berpuasa bila ia mengetahui kehadirannya melalui orang terpercaya.

Dimanakah bulan itu dilihat oleh yang melihatnya? Di kawasan tempat ia berada. Demikian jawaban yang sangat membatasi jangkauan penglihatan. Kelompok Ulama di bawah koordinasi Organisasi Konferensi Islam menetapkan bahwa di mana saja bulan dilihat oleh orang terpercaya, sudah wajib puasa dan berlebaran atas seluruh umat Islam, selama ketika melihatnya, penduduk yang berada di wilayah yang disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu, masih dalam keadaan malam. Jika selisih waktu antara satu kawasan dan kawasan lain belum mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu kawasan dan siang di kawasan lain, dalam keadaan seperti itu puasa telah wajib bagi semua. Selisih waktu antara Jakarta dan Saudi Arabia atau Mesir, tidak lebih dari empat atau lima jam. Awal malam di Timur Tengah belum lagi tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur Tengah, masyarakat muslim Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini berbeda dengan beberapa wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia. Perbedaan waktu dapat begitu panjang antara kedua wilayah ini sehingga, ketika matahari terbit di sini, bisa jadi ia telah terbenam di sana. Sehingga, jika Indonesia yang melihat bulan, masyarakat muslim di sana belum wajib berpuasa. Demikian juga sebaliknya. Tetapi, jika masyarakat Muslim di Mekkah melihatnya, baik masyarakat muslim di Indonesia maupun di Amerika kesemuanya telah wajib berpuasa karena, betapapun perbedaan waktu terjadi, semuanya-ketika di satu tempat terlihat bulan-masih dalam keadaan malam. Sungguh, jika ini dilaksanakan, akan banyak waktu, tenaga dan biaya yang dihemat, bahkan salah satu sumber perselisihan antar-umat Islam dapat teratasi.

Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit Ramadhan adalah tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit Syawal adalah tanda berakhirnya puasa Ramadhan. Hari kesembilan dari kehadiran bulan Dzulhijjah adalah haru wukup di Arafah. Dan banyak kewajiban atau anjuran agama yang dikaitkan dengan bulan. Mengapa bulan, bukan matahari? Manusia tidak dapat mengetahui bilangan hari hanya dengan melihat matahari karena titik pusat tata surya yang berupa bola danmemancarkan cahaya itu tidak memberi tanda-tanda tentang hari-hari yang berlalu atau yang sedang dan akan dialami manusia. Setiap hari, matahari muncul dan terlihat dalam bentuk dan keadaanyang sama, yangberbeda dengan bulan. Matahari hanya menunjuk perjalanan sehari; jika ia terbit, itu tanda hari sudah pagi, jika telah naik sepenggalahan, ia menjelang tengah hari, dan bila terbenam, sehari telah berlalu atau malam telah tiba.

Anda tidak dapat mengetahui keadaan siang melalui bulan karena ia tampak di waktu malam, tetapi Anda dapat mengetahui awal kehadiran bulan dengan melihatnya seperti sabit, selanjutnya Anda mengetahui hari-hari pertama bila melihatnya dalam bentuk yang lebih besar, sedang pertengahan bulan diketahui dengan melihatnya dalambentuk purnama sempurna. Itu-kata al-Quran yang juga diakui oleh ilmuan-karena bulan memiliki manzilah-manzilah, dan setelah sampai ke manzilah terakhir dalam bentuk purnama ia kembali terlihat mengecil dan mengecil sehingga menjadi dalam pandangan seperti tandang kering yang tua melengkung. (QS. Yasin [36]:39). Di sisi lain, perhitungan yang didasarkan pada matahari menjadikan iklim dan suhu udara akan sama atau paling tidak serupa sepanjang masa. Lama perjalanannya pun sejak terbit hingga terbenam akan sama. Di banyak kawasan, bulan AGustus setiap tahun beriklim panas, dan matahari lebih lama memancarkan cahaya daripada pancaran cahayanya di bulan Desember dan Januari. Iniberbeda dengan perjalanan bula yang setiap tahunnya berselisih sekitar 11 hari dari perjalanan matahari sehingga, jika pada tahun ini masyarakat A berpuasa di musim panas yang siangnya panjang, beberapa tahun mendatang mereka akan berpuasa di musim dingin yang siangnya pendek. Demikian bergiliran sehingga suatu ketika ia akan kembali lagi ke daur semula.

Setelah menjelaskan hal di atas, ayat ini mengulang kembali penjelasan yang lalu, yaitu, barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.

Pengulangan ini diperlukan agar tidak timbul kesan bahwa komentar yang menyusul izin pada ayat 184 tersebut yakni berpuasa lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui merupakan desakan dari Tuhan agar tetap berpuasa walau keadaan perjalanan yang melelahkan, sakit yang parah, atau bagi orang-orang yang telah tua. Ini tidak dikehendaki Allah. Maka, diulangilah penjelasan di atas., dan kali ini ditambah dengan penjelasan bahwa Allah menghendaki kemudahan bagi kamu, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kamu.

Keringanan untuk menggantikan puasa Ramadhan pada hari-hari lain juga dimaksudkan agar bilanagan puasa 29 atau 30 hari dapat terpenuhi. Karena itu, lanjutan ayat di atasmenyatakan, Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah juga mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu supaya kamu bersyukur.

Dengan ayat-ayat di atas, jelas sudah kedudukan hukum puasa Ramadhan, keistimewaan, serta masa dan bilangannya. Jelas juga siapa yang wajib melaksanakannya dan siapa pula yang diizinkan untukmenunda atau tidak melaksanakannya serta bagaimana menggantinya. Yang belum dijelaskan adalah lama berpuasa setiap hari dan bagaimana caranya. Ini dijelaskan pada ayat-ayat berikut, tetapi sebelum menjelaskannya, terlebuh dahulu digarisbawahi suatu hal yang amat perlu dilakukan oleh setiap orang, khususnya yang berpuasa di bulan Ramadhan.

Memang, tidak dapat disangkal bahwa puasa adalah suatu kewajiban yang memerlukan kesabaran. Allah dengan kemurahan-Nya bermaksud memberi imbalan bagi yang memenuhi apa yang diwajibkan-Nya itu, apalagi ditegaskan-Nya melalui sebuah hadis qudsi bahwa Puasa untuk-Ku dan Aku yang akan memberi ganjarannya. Untuk itu, Allah menegaskan kedekatan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, khususnya mereka yang berpuasa, dan menganjurkan kepada mereka agar dalam bulan puasa itu banyak-banyak mengajukan permohonan dan harapan kepada-Nya. Ini disisipkan sebelum menjelaskan lama berpuasa setiap hari dan bagaimana caranya.


Tunggu artikel selanjutnya Tafsir Al-Misbah M. Quraish Shihab Surat Al-Baqarah Ayat 186 Volume 1.
Semoga bermanfaat bagi kita semua!
READ MORE

Ajakan Mesra untuk Puasa (Al-Baqarah 183-184)

Kamis, 11 Agustus 2011

Ayat puasa dimulai dengan ajakan kepada setiap orang yang memiliki IMAN walau seberat apa pun. Ia dimulai dengan satu pengantar yang mengundang setiap mukmin untuk sadar akan perlunya melaksanakan ajakan itu. Ia dimulai dengan panggilan mesra, WAHAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN.

Kemudian, dilanjutkan dengan menjelaskan kewajiban puasa TANPA MENUNJUK SIAPA YANG MEWAJIBKANNYA. DIWAJIBKAN ATAS KAMU. Redaksi ini tidak menunjukan siapa pelaku yang mewajibkan. Agaknya untuk mengisyaratkan bahwa apa yang akan diwajibkan ini sedemikian penting dan bermanfaat bagi setiap orang bahkan kelompok sehingga, seandainya bukan Allah yang mewajibkannya, niscaya manusia sendiri yang akan mewajibkannya atas dirinya sendiri. Yang diwajibkan adalah ASH-SHIYAM, yakni MENAHAN DIRI.

Menahan diri dibutuhkan oleh setiap orang, kaya atau miskin, muda atau tua, lelaki atau perempuan, sehat atau sakit, orang modern yang hidup masa kini maupun manusia primitif yang hidup masa lalu, bahkan perorangan atau kelompok. Selanjutnya, ayat ini menjelaskan bahwa kewajiban yang dibebankan itu adalah, SEBAGAIMANA TELAH DIWAJIBKAN PULA ATAS UMAT-UMAT TERDAHULU SEBELUM KAMU.

Ini berarti PUASA bukan hanya khusus untuk generasi mereka yang diajak berdialog pada masa turunnya ayat ini, tetapi juga terhadap umat-umat terdahulu, walaupun perincian cara pelaksanaannya berbeda-beda. Sekali lagi, dalam redaksi di atas tidak ditemukan SIAPA YANG MEWAJIBKANNYA. Ini karena sebagian umat terdahulu berpuasa berdasar kewajiban yang ditetapkan oleh tokoh-tokoh agama mereka, bukan melalui wahyu Ilahi atau petunjuk nabi.

Para pakar perbandingan agama menyebutkan bahwa orang-orang MESIR KUNO pun-sebelum mereka mengenal agama samawi-telah mengenal puasa. Dari mereka, praktik puasa beralih kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Puasa juga dikenal dalam agama-agama penyembah binatang. Agama budha, Yahudi dan Kristen demikian juga. Ibn an-Nadim dalam bukunya, al-Fahrasat, menyebutkan bahwa agama para penyembah binatang berpuasa teiga puluh hari setahun, ada pula puasa sunnah sebanyak 16 hari dan juga ada yang 27 hari. puasa mereka sebagai penghormatan kepada bulan, juga kepada bintang Mars yang mereka percaya sebagai bintang nasib, dan juga kepada matahari.

Dslsm ajaran Budha pun dikenal puasa. sejak terbit sampai terbenamnya matahari. Mereka melakukan puasa empat hari dalam sebulan. Mereka menamainya uposatha, pada hari-hari pertama kesembilan, kelima belas, dan kedua puluh. Orang Yahudi mengenal puasa selama empat puluh hari, bahkan dikenal beberapa macam puasa yang dianjurkan bagi penganut-penganut agama ini, khususnya untuk mengenang para nabi atau peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah mereka.

Agama Keristen juga demikian. Walaupun dalam kitab Perjanjian Baru tidak ada isyarat tentang kewajiban puasa, dalam praktik keberagamaan mereka dikenal aneka ragam puasa yang ditetapkan oleh pemuka-pemuka agama.

kewajiban tersebut dimaksudkan AGAR KAMU BERTAKWA, yakni terhindar dari segala macam sanksi dan dampak buruk, baik duniawi maupun ukhrawi. Jangan duga, kewajiban yang akan dibebankan kepada kamu itu sepanjang tahun. TIDAK! Ia hanya BEBERAPA HARI TERTENTU, itu pun masih harus melihat kondisi kesehatan dan keadaan kalian. Karena itu, BARANGSIAPA DI ANTARA KAMU SAKIT yang memberatkan baginya puasa, ATAU IA BENAR-BENAR DALAM PERJALANAN (kata benar-benar dipahami dari kata 'ala dalam redaksi 'ala safarin, jadi bukan perjalanan biasa yang mudah. Dahulu perjalanan itu dinilai sejauh sekitar 90 km), jika yang sakit dan yang dalam perjalanan itu berbuka, MAKA wajiblah baginya berpuasa PADA HARI-HARI LAIN, baik berturut-turut maupun tidak, SEBANYAK HARI YANG DITINGGALKAN ITU.

Adapun yang kondisi badannya menjadikan ia mengalami kesulitan berat bila berpuasa, baik karena usia lanjut atau penyakit yang diduga tidak akan sembuh lagi atau pekerjaan berat yang mesti dan harus dilakukannya sehingga bila ia tinggalkan menyulitkan diri atau keluarga yang ditanggungnya, WAJIB BAGI ORANG-ORANG YANG BERAT MENJALANKANNYA itu-jika mereka tidak berpuasa-MEMBAYAR FIDYAH, yaitu MEMBERI MAKAN SEORANG MISKIN. Setelah menjelaskan izin tersebut, ALlah mengingatkan bahwa BARANGSIAPA YANG DENGAN KERELAAN HATI MENGERJAKAN KEBAJIKAN, MAKA ITULAH YANG LEBIH BAIK BAGINYA. DAN BERPUASA LEBIH BAIK BAGI KAMU JIKA KAMU MENGETAHUI.

Setelah diketahui siapa yang wajib berpuasa dan yang diberi izin untuk tidak melaksanakannya, dijelaskan tentang masa puasa yang sebelum ini dinyatakan bahwa ia hanya pada hari-hari tertentu. Yaitu ...


Tunggu artikel selanjutnya Tafsir Al-Misbah M. Quraish Shihab Surat Al-Baqarah Ayat 185 Volume 1.
READ MORE

  © Blogger templates - Modified by : MotekarBlog - Ourblogtemplates.com 2011